Tag: doa

Doa Niat Puasa – Meluruskan Kesalahpahaman Dalam Masyarakat



Doa Niat Puasa

Tim kami beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.

Pertama, dari mana asal melafalkan niat?

Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:

الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ

“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)

An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,

قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ

“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,

فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ

“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).

Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah. Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?

Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.

Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?

Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.

Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati

Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.

Imam An-Nawawi mengatakan:

النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:

لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:

أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه

“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

Ketiga, inti niat.

Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.

Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.

Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:

Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?

Jawaban beliau:

كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ

“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)

Keempat, niat puasa Ramadhan

Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له

“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)

Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:

هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ

“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)

Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?

Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.

Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:

Allahu a’lam

Doa Menjenguk Orang Sakit



Doa Menjenguk Orang Sakit

Doa ini bisa dibacakan ketika menjenguk orang sakit ketika menjenguk. Jadi menjenguk, bukan hanya membawakan buah atau makanan enak, do’a itu lebih penting karena ia butuh cepat sembuh. Tentu do’a akan memudahkan segalanya.

Lihat kisah berikut.

‘Abdul ‘Aziz dan Tsabit pernah menemui Anas bin Malik. Tsabit berkata pada Anas saat itu, “Wahai Abu Hamzah (nama kunyah dari Anas), aku sakit.” Anas berkata, maukah aku meruqyahmu (menyembuhkanmu) dengan ruqyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tsabit pun menjawab, “Iya, boleh.” Lalu Anas membacakan do’a,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شَافِىَ إِلاَّ أَنْتَ ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا

ALLAHUMMA RABBAN NAAS MUDZHIBAL BA’SI ISYFI ANTASY-SYAAFII LAA SYAFIYA ILLAA ANTA SYIFAA’AN LAA YUGHAADIRU SAQOMAN.

Artinya:

“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhari, no. 5742; Muslim, no. 2191)

Imam Nawawi membawakan judul bab dalam Shahih Muslim, “Disunnahkan meruqyah orang sakit.”

Meruqyah orang sakit yang dijenguk adalah dengan membaca do’a di atas.

Kita juga dapat ambil pelajaran pula bahwa meruqyah itu bukan hanya pada kesurupan jin, namun pada penyakit lainnya pun bisa.

Semoga bisa diamalkan ketika menjenguk orang sakit.

Doa Iftitah – 12 Macam Doa Iftitah



12 Macam Doa Iftitah

Doa Istiftah adalah doa yang dibaca ketika shalat, antara takbiratul ihram dan ta’awudz sebelum membaca surat Al Fatihah.

Hukum Membaca Doa Iftitah

Hukum membacanya adalah sunnah. Diantaranya dalilnya adalah hadist dari Abu Hurairah:

كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا كبَّر في الصلاة؛ سكتَ هُنَيَّة قبل أن يقرأ. فقلت: يا رسول الله! بأبي أنت وأمي؛ أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال: ” أقول: … ” فذكره

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah bertakbir ketika shalat, ia diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka aku pun bertanya kepada beliau, wahai Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku, aku melihatmu berdiam antara takbir dan bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika itu adalah:… (beliau menyebutkan doa istiftah)” (Muttafaqun ‘alaih)

Setelah menyebut beberapa doa istiftah dalam kitab Al Adzkar, Imam An Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa semua doa-doa ini hukumnya mustahabbah (sunnah) dalam shalat wajib maupun shalat sunnah” (Al Adzkar, 1/107).

Demikianlah pendapat jumhur ulama, kecuali Imam Malik rahimahullah. Beliau berpendapat, yang dibaca setelah takbiratul ihram adalah الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ yaitu surat Al Fatihah. Tentu saja pendapat beliau ini tidak tepat karena bertentangan dengan banyak dalil.

Macam-macam Doa Istiftah

Ada beberapa macam jenis doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih.

Berikut ini macam-macam doa istiftah yang shahih, berdasarkan penelitian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah terhadap dalil-dalil doa istiftah, yang tercantum dalam kitab beliau Sifatu Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

Pertama

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari 2/182, Muslim 2/98)

Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat fardhu. Doa ini adalah doa yang paling shahih diantara doa istiftah lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (2/183).

Kedua

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan dariMu dan aku bertobat kepadaMu” (HR. Muslim 2/185 – 186)

Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat fardhu dan shalat sunnah.

Ketiga

اللَّهِ أَكْبَرُ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji”. (HR. An Nasa-i, 1/143. Di shahihkan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/251)

Keempat

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, tunjukilah aku amal dan akhlak yang terbaik. Tidak ada yang dapat menujukkanku kepadanya kecuali Engkau. Jauhkanlah aku dari amal dan akhlak yang buruk. Tidak ada yang dapat menjauhkanku darinya kecuali Engkau”. (HR. An Nasa-i 1/141, Ad Daruquthni 112)

Kelima

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau” (HR.Abu Daud 1/124, An Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10, Ad Darimi 1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)

Doa ini juga diriwayatkan dari sahabat lain secara marfu’, yaitu dari ‘Aisyah, Anas bin Malik dan Jabir  Radhiallahu’anhum. Bahkan Imam Muslim membawakan riwayat :

أن عمر بن الخطاب كان يجهر بهؤلاء الكلمات يقول : سبحانك اللهم وبحمدك . تبارك اسمك وتعالى جدك . ولا إله غيرك

“Umar bin Khattab pernah menjahrkan doa ini (ketika shalat) : (lalu menyebut doa di atas)” (HR. Muslim no.399)

Demikianlah, doa ini banyak diamalkan oleh para sahabat Nabi, sehingga para ulama pun banyak yang lebih menyukai untuk mengamalkan doa ini dalam shalat. Selain itu doa ini cukup singkat dan sangat tepat bagi imam yang mengimami banyak orang yang kondisinya lemah, semisal anak-anak dan orang tua.

Keenam

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ

3x  لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

3x  اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau, Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah (3x), Allah Maha Besar (3x)” (HR.Abu Daud 1/124, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)

Ketujuh

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang” (HR. Muslim 2/99)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallahu’anhu, ia berkata:

بينما نحن نصلي مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ إذ قال رجل من القوم: … فذكره. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” عجبت لها! فتحت لها أبواب السماء “. قال ابن عمر: فما تركتهن منذ سمعت رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول ذلك

“Ketika kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ada seorang lelaki yang berdoa istiftah: (lalu disebutkan doa di atas). Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda: ‘Aku heran, dibukakan baginya pintu-pintu langit‘. Ibnu Umar pun berkata:’Aku tidak pernah meninggalkan doa ini sejak beliau berkata demikian’”.

Kedelapan

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, pujian yang terbaik dan pujian yang penuh keberkahan di dalamnya” (HR. Muslim 2/99).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, ketika ada seorang lelaki yang membaca doa istiftah tersebut, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لقد رأيت اثني عشر ملكاً يبتدرونها ؛ أيهم يرفعها

“Aku melihat dua belas malaikat bersegera menuju kepadanya. Mereka saling berlomba untuk mengangkat doa itu (kepada Allah Ta’ala)”

Kesembilan

اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ الحَقُّ وَوَعْدُكَ الحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَالجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, segala puji bagi Engkau. Engkau pemelihara langit dan bumi serta orang-orang yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau memiliki kerajaan langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau adalah cahaya bagi langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau Raja langit dan bumi dan Raja bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkaulah Al Haq. Janji-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, para nabi itu membawa kebenaran, dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam itu membawa kebenaran, hari kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepada-Mu lah aku berserah diri.Kepada-Mu lah aku beriman. Kepada-Mu lah aku bertawakal. Kepada-Mu lah aku bertaubat. Kepada-Mu lah aku mengadu. Dan kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosaku. Baik yang telah aku lakukan maupun yang belum aku lakukan. Baik apa yang aku sembunyikan maupun yang aku nyatakan. Engkaulah Al Muqaddim dan Al Muakhir. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau” (HR. Bukhari 2/3, 2/4, 11/99, 13/366 – 367, 13/399, Muslim 2/184)

Doa istiftah ini sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.

Kesepuluh

اللهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Ya Allah, Rabb-nya malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui hal ghaib dan juga nyata. Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku kebenaran dalam apa yang diperselisihkan, dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, kepada siapa saja yang Engkau kehendaki” (HR. Muslim 2/185)

Doa istiftah ini juga sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.

Kesebelas

10x الله اكبر

10x الحمد لله

10x لا اله الا الله

10x استغفر الله

10x اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ،وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي

10x اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الضِّيقِ يَوْمَ الْحِسَابِ

“Allah Maha Besar” 10x

“Segala pujian bagi Allah” 10x

“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah” 10x

“Aku memohon ampun kepada Allah” 10x

“Ya Allah, ampunilah aku, berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, dan berilah aku kesehatan” 10x

“Ya Allah, aku berlindung dari kesempitan di hari kiamat” 10x

(HR. Ahmad 6/143, Ath Thabrani dalam Al Ausath 62/2. Dihasankan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/267)

Kedua Belas

اللَّهُ أَكْبَرُ [ثلاثاً] ، ذُو الْمَلَكُوتِ، وَالْجَبَرُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

“Allah Maha Besar” 3x

“Yang memiliki kerajaan besar, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan” (HR. Ath Thayalisi 56, Al Baihaqi 2/121 – 122)

Adab Membaca Doa Iftitah

Beberapa adab membaca doa istiftah dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam kitab Al Adzkar (1/107) :

1. Disunnahkan menggabung beberapa doa istiftah, dalam shalat yang sendirian. Atau juga bagi imam, bila diizinkan oleh makmum. Jika makmum tidak mengizinkan, maka jangan membaca doa yang terlalu panjang. Bahkan sebaiknya membaca yang singkat. Imam An Nawawi nampaknya mengisyaratkan hadits:
إذا أم أحدكم الناس فليخفف . فإن فيهم الصغير والكبير والضعيف والمريض . فإذا صلى وحده فليصل كيف شاء

“Jika seseorang menjadi imam, hendaknya ia ringankan shalatnya. Karena di barisan makmum terdapat anak kecil, orang tua, orang lemah, orang sakit. Adapun jika shalat sendirian, barulah shalat sesuai keinginannya” (HR.Muslim 467)

2. Jika datang sebagai makmum masbuk, tetap membaca doa istiftah. Kecuali jika sudah akan segera ruku’, dan khawatir tidak sempat membaca Al Fatihah. Jika demikian keadaannya, sebaiknya tidak perlu membaca istiftah, namun berusaha menyelesaikan membaca Al Fatihah. Karena membaca Al Fatihah itu rukun shalat.

3. Jika mendapati imam tidak sedang berdiri, misalnya sedang rukuk, atau duduk di antara dua sujud atau sedang sujud, maka makmum langsung mengikuti posisi imam dan membaca sebagaimana yang dibaca imam. Tidak perlu membaca doa istiftah ketika itu.

4. Para ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat mengenai anjuran membaca doa istiftah ketika shalat jenazah. Menurut An Nawawi, yang lebih tepat adalah tidak perlu membacanya, karena shalat jenazah itu sudah selayaknya ringan.

5. Membaca doa istiftah itu hukumnya sunnah, tidak wajib. Jika seseorang meninggalkannya, tidak perlu sujud sahwi.

6. Yang sesuai sunnah, doa istiftah dibaca dengan sirr (lirih). Jika dibaca dengan jahr (keras) hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat.
Demikian tulisan ringkas ini. Semoga bermanfaat.

والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Konten Islami Lainnnya:

– Hindari Berkata Kotor
– Perang Melawan Hawa Nafsu
– Jangan Mencari Keburukan Orang
– Komik Islami Tentang Cinta
– Jomblo Halu Kepengen Punya Istri

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com

Doa Qunut Di Masjidil Haram



Doa Qunut Di Masjidil Haram

Kita lihat misalnya di Masjidil Haram, para imam membaca doa qunut witir begitu panjang. Apakah seperti itu dibolehkan?

Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al A’raf: 55).

Qunut berarti di dalamnya meminta hajat, baik kebutuhan dunia maupun akhirat. Di dalamnya terdapat doa dan istighfar. Doa qunut tidak dibatasi dengan bacaan tertentu. Namun yang paling afdhol adalah doa yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah, juga dari para sahabat.

Imam Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Tidak ada bacaan tertentu untuk qunut witir.” (Mukhtashor Qiyamil Lail, hal. 325).

Imam An Nakho’i rahimahullah berkata, “Tidak ada bacaan khusus untuk qunut witir. Yang terpenting di dalamnya berisi doa dan istighfar.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya).

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak mengapa seseorang berdoa untuk hajatnya dalam qunut witir.” (Badai’ul Fawaid, 4: 1502).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Al Qodhi ‘Iyadh menceritakan bahwa adanya kesepakatan para ulama bahwa doa qunut witir tidak dikhususkan dengan bacaan tertentu. Namun ada beberapa doa yang diriwayatkan oleh ulama hadits.” (Al Majmu’, 3: 331).

Bagaimana Panjangnya Bacaan Qunut Witir?

Panjangnya adalah yang tidak memberatkan para jamaah yang ada di belakang. Ulama yang lainnya mengatakan panjang qunutnya adalah seperti panjangnya surat Al Insyiqaq.

Adapun anggapan bahwa qunut yang panjang itu tidak tuntunannya, itu tidaklah benar. Sah-sahnya saja untuk memperlama doa karena doa adalah ibadah. Ibnu Taimiyah juga berkata,

وَقَدْ يَنْشَطُ الرَّجُلُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَطْوِيلَ الْعِبَادَةِ وَقَدْ لَا يَنْشَطُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَخْفِيفَهَا

“Seseorang ada yang sangat bersemangat dalam ibadah, maka lebih afdhol baginya memperlama ibadah. Ada pula yang tidak bersemangat, maka lebih afdhol baginya memperingan ibadah.” (Majmu’atul Fatawa, 22: 273)

Doa qunut tersebut diawali dengan memuji Allah kemudian bershalawat kepada Nabi kita Muhammad. Juga doa tersebut diakhiri dengan memuji Allah dan shalawat. Dalam kitab Al Adzkar, Imam Nawawi menyebutkan, “Para ulama sepakat bahwa disunnahkan memulai doa dengan memuji Allah terlebih dahulu lalu bershalawat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga doa diakhiri dengan seperti itu pula. Riwayat atsar yang membicarakan hal itu banyak sekali dan sudah ma’ruf.” (Al Adzkar, hal. 94).

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz masih membolehkan pula membaca doa tersebut dari secarik kertas. (Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 26: 137 dan 30: 31).

Doa Qunut Witir yang Diajarkan Rasul pada Hasan bin Ali bin Abi Tholib
Al Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

“Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait. (Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)” (HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)[1]

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

[1] Jika imam membaca doa qunut, yang dipakai adalah kata ganti plural, maka menjadi: Allahummahdinaa fiiman hadait, wa’aafinaa fiiman ‘afait, watawallanaa fiiman tawallait, wabaarik lanaa fiima a’thoit, waqinaa syarro maa qadhoit. Fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarokta robbanaa wata’aalait.

Doa Agar Tidak Mati Mengenaskan



Doa Agar Tidak Mati Mengenaskan

Amalkan doa yang sangat bermanfaat ini.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَرَقِ وَالْحَرِيقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MINAT TARODDI WAL HADMI WAL GHOROQI WAL HARIIQI, WA A’UUDZU BIKA AN-YATAKHOBBATHONISY SYAITHOONU ‘INDAL MAUTI, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA FII SABIILIKA MUDBIRON, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA LADIIGHO.

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebinasaan (terjatuh), kehancuran (tertimpa sesuatu), tenggelam, kebakaran, dan aku berlindung kepada-Mu dari dirasuki setan pada saat mati, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan berpaling dari jalan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan tersengat.

(HR. An-Nasa’i, no. 5531. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Yang dimaksud dengan beberapa kalimat dalam doa:

At-taroddi artinya jatuh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Al-hadm artinya tertimpa bangunan.
Al-ghoroq artinya tenggelam dalam air.
Al-hariq artinya terbakar api.
An-yatakhobbathonisy syaithoonu ‘indal mauti artinya dikuasai oleh setan ketika akan meninggal dunia, sehingga setan menghalanginya untuk bertaubat.
Al-ladhiiga artinya mati dalam keadaan terkena racun dari kalajengking dan ular.

Kenapa sampai kita berdoa meminta perlindungan dari hal-hal di atas padahal yang disebutkan dalam doa menyebabkan seseorang mendapatkan kesyahidan sebagaimana disebutkan dalam hadits?

Kata Imam Ath-Thibi rahimahullah menjelaskan bahwa hal-hal yang disebutkan asalnya adalah musibah. Adapun mengharapkan kesyahidan dari musibah tersebut, perlu dipahami bahwa memang setiap musibah sampai pun duri yang menusuk akan mendapatkan pahala.

Kata Imam Ath-Thibi, antara syahid di medan perang dengan syahid karena musibah di atas sangat berbeda. Karena syahid di medan perang itu diharap-harap. Sedangkan syahid dengan jatuh dari tempat tinggi, terbakar, dan tenggelam, itu tidak dicari-cari. Kalau seseorang berusaha bunuh diri dengan cara-cara tadi, malah dihukumi berdosa.

Semoga Allah mudahkan untuk mengamalkan doa di atas. Moga Allah mematikan kita dalam keadaan husnul khotimah.

Doa Ketika Turun Hujan



Doa Ketika Turun Hujan

Do’a ketika turun hujan apa sajakah?

Sebagian orang ketika turun hujan malah berkeluh kesah. Padahal itu adalah nikmat yang baru saja Allah ciptakan. Seandainya setiap orang mengamalkan do’a-do’a ketika turun hujan tentu saja turunnya hujan jadi nikmat terindah. Berikut beberapa amalan yang Rumaysho.Com sampaikan.

Berdo’a Ketika Turun Hujan: Allahumma shoyyiban nafi’an
Dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ  اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. (HR. Bukhari no. 1032)

Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5: 18, Asy Syamilah)

Turun Hujan Waktu Mustajab untuk Berdo’a

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078).

Do’a Ketika Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].” (HR. Bukhari no. 1014)

Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya. (Lihat Dzikru wa Tadzkir, Sholih As Sadlan, hal. 28, Asy Syamilah)

Berdo’a Setelah Turun Hujan: ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), makadialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)

Konten Islami Lainnya:

– Jangan Benci Muslimah Bercadar
– Waspada 3 Pintu Menuju Neraka
– Kalau Sholat Jangan Lari Larian
– Perlunya Kerjasama Dalam Rumah Tangga
– Baju Koko Vs Jersey – Komik Islami
– Dunia Hanya Sementara
– Komik Islami Bahasa Inggris

– Komik Islami Tarawih Surat Pendek
– Kisah Pendek Khutbah Jum’at
– Menunggu Punahnya Corona
– Komik Pendek Islami
– Jangan Pernah Menunda Ibadah
– Komik Islami Hitam Putih

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com

Doa Zakat Fitrah Dan Maal Sesuai Hadits Dan Quran Beserta Syarat Dan Ketentuannya

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima, merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan bagi yang sudah terpenuhi syarat-syaratnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Juga dalam ayat,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

Orang yang enggan menunaikan zakat dalam keadaan meyakini wajibnya, ia adalah orang fasik dan akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ  يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).

Perintah menunaikan zakat dalam hadits disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaati itu, beritahukanlah pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaati itu, beritahukanlah pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang wajib dari harta mereka diambil dari orang kaya di antara mereka dan disalurkan pada orang miskin di tengah-tengah mereka.” (HR. Bukhari, no. 1395 dan Muslim, no. 19)

Syarat Bayar Zakat

Yang wajib mengeluarkan zakat adalah yang Islam dan merdeka, tidak dipersyaratkan harus baligh dan berakal. Karena orang gila dan anak kecil jika memang memiliki harta yang sudah memenuhi syarat juga tetap dikeluarkan zakatnya.

Berkaitan dengan harta yang dikeluarkan, syarat yang harus dipenuhi adalah: (1) harta tersebut dimiliki secara sempurna, (2) harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) harta tersebut telah mencapai nishab, (4) telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun), (5) harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat adalah:

1. Atsman (emas, perak dan mata uang).
2. Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
3. Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).

Ketentuan Zakat Maal

No Harta Nishab Besar Zakat

1 Emas 20 dinar (85 gram emas murni 24 karat) 2,5%

2 Perak 200 dirham (595 gram perak murni) 2,5%

3 Mata uang (zakat penghasilan dan zakat simpanan) Jika sudah mencapai nishab perak atau emas (nishab perak yang paling rendah, sekitar Rp 6 juta) 2,5%

4 Hewan ternak  (unta, sapi, kambing) Unta 5 ekor, Sapi 30 ekor, Kambing 40 ekor ada ketentuannya

5 Hasil pertanian 5 wasaq (720 kg) 10% dengan pengairan gratis, 5% dengan pengairan membutuhkan biaya

6 Barang dagangan Jika sudah mencapai nishab perak atau emas (nishab perak yang paling rendah, sekitar Rp 6 juta) 2,5%

7 Harta karun (rikaz) Tidak dipersyaratkan nishab dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan. 20%

Keterangan:

– Semua harta zakat di atas memperhatikan haul (bertahan satu tahun hijriyah) kecuali zakat hasil pertanian dikeluarkan setiap kali panen.
– Zakat perhiasan emas dan perak terkena zakat dan mesti dikeluarkan setiap tahunnya kalau terus berada di atas nishab.
– Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.
– Pada zakat barang dagangan, barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak.
– Perhitungan zakat barang dagangan = nilai barang dagangan + uang dagang yang ada + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo.
– Harta rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta lainnya.

Ketentuan untuk Zakat Fitrah

– Zakat fitri atau zakat fitrah adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.
– ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984)
– Zakat fitrah wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim, (2) yang mampu mengeluarkan zakat fitrah. Batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied.
– Kepala keluarga wajib membayar zakat fitrah orang yang ia tanggung nafkahnya. Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami bertanggung jawab terhadap zakat fithri si istri karena istri menjadi tanggungan nafkah suami.
– Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fitrah jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri.
– Bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fitrah kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’.
– Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang . Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg. Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah.
– Zakat fitrah dengan uang tidaklah sah. Abu Daud, murid Imam Ahmad menceritakan, “Imam Ahmad pernah ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fitrah?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fitrah dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mughni, 4: 295)
– Waktu pembayaran zakat fitrah ada dua macam: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu ‘Umar.

8 Golongan Penerima Zakat

Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan sebagaimana telah ditegaskan dalam ayat berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60). Ayat ini dengan jelas menggunakan kata “innama” yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.

Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

Doa Mudik Beserta Penjelasannya



Doa Mudik Beserta Penjelasannya

Di negeri kita, lebaran identik dengan mudik atau pulang ke kampung halaman. Mudik menjadi kebiasaan sebagian keluarga Muslim di hari-hari lebaran, guna mencurahkan bakti kepada orang tua, menyambangi sanak kerabat atau menjumpai para sahabat karib yang sudah lama tak jumpa; sehingga tali silaturahmi tetap terjalin baik dan persahabatan pun kian menguat.

Menjalin hubungan tali silaturahmi diperintahkan oleh agama. Bahkan menjadi faktor yang mendatangkan rezeki dan memanjangkan umur. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barang siapa ingin dibentangkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, hendaknya menyambung tali silaturahmi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Banyak hal yang dipersiapkan oleh pemudik untuk mensukseskan acara ini. Bekal finansial pasti sudah disiapkan. Bahkan, mungkin sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sebab, tak jarang, pemudik harus menempuh jarak yang sangat jauh, melewati batas-batas propinsi bahkan lautan dalam beberapa hari. Karena ini momen penting, lebaran yang cuma datang sekali dalam setahun, maka tidak ingin mereka lewatkan tanpa pulang kampung.

TIDAK MELUPAKAN BERDOA DALAM SAFAR

Salah satu tata cara bepergian yang diajarkan Islam (dari sekian banyak adabnya), yaitu seseorang mengawali perjalanannya dengan membaca doa safar yang mengandung makna yang sangat penting dan dalam (yang nanti akan dijelaskan).

Seorang Muslim selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla dimanapun ia berada. Terkait dengan doa, momen perjalanan memiliki nilai khusus yang tidak boleh dianggap remeh; karena termasuk salah satu waktu doa dikabulkan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Tiga doa yang dikabulkan, tidak ada keraguan padanya, yaitu : doa orang teraniaya, doa musafir dan doa buruk orang tua kepada anaknya. [HR. at-Tirmidzi]

TEKS DOA SAFAR

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ . اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ . اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي اْلأَهْلِ . اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَ هْلِ

Allah Maha besar (3x). Maha suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang engkau ridhai. Ya Allah, permudahlah perjalanan kami dan perpendek jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam perjalanan dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kepayahan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan dan keadaan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga. [HR Muslim]

PENJELASAN DOA SAFAR

Doa di atas terdapat manfaat yang sangat besar bagi seorang Muslim yang sedang menyelesaikan perjalanan jauhnya. Sebab, mencakup permohonan akan kemaslahatan (kebaikan) bagi agama dan kebaikan dunia, harapan memperoleh hal-hal yang disukai dan terhindar dari hal-hal yang dibenci. Juga berisi ungkapan syukur seorang hamba atas nikmat dan anugerah-Nya serta aktifitas safar yang penuh dengan amal ketaatan. [1]

Berikut ini pemaparan maknanya:

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ

Allah Maha Besar (3x).
Ini merupakan doa pembuka perjalanan dengan takbir dan pujian kepada Allah Azza wa Jalla .

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا

Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami

Dalam penggalan doa terdapat pujian kepada Allah Azza wa Jalla atas kemudahan yang dianugerahkan bagi umat manusia dengan menundukkan dan menyediakan alat-alat transportasi yang berfungsi mengangkut barang-barang dan manusia ke tempat-tempat yang jauh, wilayah yang jaraknya luas dan sekaligus sebagai pengakuan akan nikmat tersebut.

Seluruh alat angkut dan transportasi masuk di dalam pengertiannya. Termasuk onta, kuda, kapal, alat transportasi darat dan udara serta lainnya.

Oleh karena itu, saat menaiki kapal, Nabi Nûh Alaihissallam berkata kepada para penumpang (pengikutnya), seperti yang telah diceritakan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Hûd/11 : 41

ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.

Seluruh alat angkut, seluruh faktor dan unsur yang menyempurnakannya sehingga dapat berfungsi dengan baik, semua itu murni kenikmatan dari Allah Azza wa Jalla dan kemudahan dari-Nya. Kita wajib mengakui kenikmatan Allah Azza wa Jalla saat itu, terutama ketika kita mempergunakannya.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ

sedang sebelumnya kami tidak mampu

Melalui doa itu, kita diingatkan peran mutlak Allah Azza wa Jalla dalam fasilitas ini. Jika tidak ada kemudahan dari-Nya, kita tidak akan pernah bisa memanfaatkannya. Sebab, ilmu, kekuatan dan kekuasaan manusia sangat terbatas, lemah sekali. Akan tetapi, dengan kasih dan rahmat-Nya, Allah Azza wa Jalla menyediakan dan memudahkan manusia untuk memanfaatkan bangsa binatang dalam urusan angkutan dan mengajari manusia membuat alat angkutan sendiri.

Demikianlah Allah Azza wa Jalla , mengingatkan umat manusia bahwa Dia Azza wa Jalla lah yang mengajari mereka menciptakan piranti-piranti yang menunjang kehidupan mereka, sebagaimana Allah Azza wa Jalla menceritakan hal tersebut saat mengajari Nabi Dâwud Alaihissallam pembuatan tameng untuk perlindungan diri. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ

Dan telah Kami ajarkan kepada Dâwud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperangan; maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). [al-Anbiyâ/21:80]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Umat manusia wajib bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla . Sebab Allah Azza wa Jalla lah yang mengajari mereka membuat pakaian yang menutupi aurat, baju hangat, baju perang dan alat-alat perang. Dia Azza wa Jalla mengajari mereka menciptakan alat angkutan laut, darat dan udara, dan menciptakan segala sesuatu yang mereka dapat manfaatkan. Allah Azza wa Jalla menurunkan besi yang berkekuatan besar dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat. Akan tetapi, kebanyakan orang lalai bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla . Sebaliknya, justru bersikap menentang dan congkak kepada Allah Azza wa Jalla serta besar kepala di hadapan sesama saat memiliki semua ini”[2] .

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ

Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat).

Di saat menempuh perjalanan, dengan doa ini, orang juga diingatkan kepada perjalanan ke akhirat. Sebagaimana telah mengawali penciptaan makhluk, Allah Azza wa Jalla akan mengembalikan mereka dalam rangka memeri balasan. Allah Azza wa Jalla befirman:

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى

supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). [an-Najm/53:31]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang engkau ridhai.

Dalam doa ini, orang memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar perjalanan yang sedang dijalani merupakan perjalanan yang baik, memuat amal-amal kebaikan yang berkaitan dengan hak Allah Azza wa Jalla serta hak-hak sesama. Pertama, dia memohon kebaikan, kemudian memohon ketakwaan yang membentengi kemurkaan-Nya dengan cara meninggalkan segala yang dibenci Allah Azza wa Jalla , baik berupa perkataan, perbuatan, lahir dan batin. Sebagaimana ia juga memohon segala hal yang mendatangkan keridhaan-Nya.

Ini artinya mencakup seluruh amal ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla . Apabila sebuah safar dipenuhi dengan nilai-nilai luhur di atas, maka safar tersebut menjadi safar yang menguntungkan dan diberkahi. Dahulu, seluruh perjalanan jauh yang ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam penuh dengan nilai-nilai itu.

Selanjutnya, permohonan kemudahan dari kesulitan-kesulitan dan beratnya perjalanan, dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ

Ya Allah, permudahlah perjalanan kami dan perpendeklah jaraknya bagi kami.

Ini karena safar merupakan satu bentuk siksaan (penderitaan) tersendiri, di mana seseorang merasakan kepayahan, panas, tidak nyaman, dan jauh dari orang-orang yang dicintai. Sehingga musafir membutuhkan agar beban perjalanan menjadi ringan dan jarak tempuh terasa dekat. Yakni, dengan meringankan beban pikiran dan masalah, serta datangnya barakah dalam perjalanan. Perjalanan yang (sangat) jauh pun tak terasa menjemukan dan muncul hal-hal yang membuat perjalanan menjadi menyenangkan, semisal hati tetap tenang, keberadaan teman perjalanan yang baik, perjalanan aman dan lancar, tanpa aral melintang. Itu terjadi karena kemudahan dan anugerah dari-Nya.

Berapa banyak orang mengalami perjalanan yang tidak lancar, lalu-lintas macet, mobil mogok, harus melewati dan menghadapi gangguan keamanan maupun mengalami kecelakaan (nas`alullâhas salâmah wal ‘âfiyah). Sehingga jarak tempuh yang dekat pun dirasa amat jauh dan memakan waktu tempuh yang lama.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ

Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam perjalanan.

Yang dimaksud pendampingan di sini ialah kebersamaan yang mendatangkan perlindungan, pertolongan dan bantuan kemudahan. Barang siapa bersama Allah Azza wa Jalla , maka apakah ada yang ia takuti?

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ

dan yang mengurusi keluarga(ku).

Artinya, aku bergantung diri kepada-Mu semata dalam menjaga keluargaku.

Untuk lebih menekankan permohonan kemudahan dan ringannya beban dalam perjalanan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kepayahan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan dan keadaan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari kesulitan perjalanan, kesedihan dan beban pikiran yang selalu menggelayuti musafir, serta menyampaikan permohonan perlindungan juga terhadap seluruh yang ditinggalkan saat safar, baik kekayaan, keluarga atau anak-anak.

DOA DALAM PERJALANAN PULANG

Apabila mulai perjalanan pulang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa di atas dengan menambahkan kalimat berikut:

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

Kami kembali dengan selamat, bertaubat kepada Allah dari dosa, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami.

Maksudnya, kami memohon kepada-Mu ya Allah Azza wa Jalla menjadikan kami dalam perjalanan pulang ini agar selalu bertaubat kepada-Mu. Beribadah dan memuji-Mu serta mengakhiri perjalanan kami dengan amal ketaatan. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

Dan katakanlah: “Ya Rabb-ku, masukkanlah aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dari tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. [al-Isrâ/17:80]

Pengertian tempat masuk dan keluar yang benar, bahwa perjalanan-perjalanan yang ditempuh seseorang itu berisi kejujuran dan kebenaran, serta kesibukan dengan hal-hal yang dicintai Allah Azza wa Jalla , disertai sikap berserah diri total (tawakkal) kepada Allah Azza wa Jalla .

Kewajiban seorang Muslim adalah memuji Allah Azza wa Jalla atas taufik-Nya dalam menjalankan ibadah dan keinginan akan melakukan keperluan lainnya. Sebab, hanya dengan taufik-Nya, maka ibadah dan semua urusan serta keperluan itu bisa selesai.

PERJALANAN PENUH MAKSIAT

Gambaran di atas bertolak-belakang dengan apa yang dikerjakan oleh sebagian kaum Muslimin di tengah perjalanan. Perjalanan mereka tidak lepas dari kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla . Padahal, mereka sedang dalam kondisi ‘mempertaruhkan’ keselamatan dan nyawa. Bagaimana tidak demikian, kenyataannya lalu-lintas yang ramai, pengemudi kendaraan yang kadang-kadang ugal-ugalan, jalan sempit, terjal atau berkelok-kelok dengan kanan-kiri jurang menganga. Juga bagi pemakai jasa kapal laut, atau bagi yang sedang menumpang pesawat. Apalagi peristiwa kecelakaan terjadi di sana-sini, menghiasi media massa. Bila kita sekalian menghayati kondisi yang sedang menaungi kita, maka sikap yang tepat adalah kita memohon keselamatan dan kemudahaan kepada Allah Azza wa Jalla.

PENUTUP

Kelancaran dan kemudahan menempuh perjalanan, dan ketenangan hati dan jiwa tatkala raga berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, itu semua tidak lepas dari kenikmatan dan anugerah Allah Azza wa Jalla . Sebagaimana dikatakan Syaikh ‘Abdur Razzâq al-‘Abbâd. Tentunya, tidak sepantasnya orang yang sedang menumpangi alat transportasi lupa untuk mengingat dan memuji dengan layak Dzat yang telah memberikan kenikmatan dan menyediakannya [3] .

Referensi:

1. Bahjatu Qulûbil Abrâr, ‘Abdur Rahmân as-Sa’di Dâr al-Fath Cet. I Thn. 1415H
2. Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, Abdur Razzâq al-‘Abbâd Cet. I Thn. 1423H
3. Adâbus Safar, Ummu ‘Abdullâh, Dârul Wathan

Sumber:

[1]. Silahkan lihat Bahjatu Qulûbil Abrâr, ‘Abdur Rahmân as-Sa’di Dâr al-Fath Cet. I Thn. 1415H, hal. 187
[2]. Bahjatu Qulûbil Abrâr hal. 188
[3]. Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, Abdur Razzâq al-‘Abbâd Cet. I Thn. 1423H, (3/263).

Doa Agar Tidak Pelit Dan Kikir



Doa Agar Tidak Pelit Dan Kikir

Ada sebuah do’a sederhana yang jaami’ (singkat dan syarat makna) yang sudah sepatutnya kita menghafalkannya karena amat bermanfaat. Do’a ini berisi permintaan agar kita terhindar dari penyakit hati yaitu ‘syuh’ (pelit lagi tamak) yang merupakan penyakit yang amat berbahaya. Penyakit tersebut membuat kita tidak pernah puas dengan pemberian dan nikmat Allah Ta’ala, dan dapat mengantarkan pada kerusakan lainnya. Do’a ini kami ambil dari buku “Ad Du’aa’ min Al Kitab wa As Sunnah” yang disusun oleh Syaikh Dr. Sa’id bin Wahf Al Qahthani hafizhahullah.

Do’a tersebut adalah,

اللَّهُمَّ قِنِي شُحَّ نَفْسِي وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُفْلِحِينَ

/Allahumma qinii syuhha nafsii, waj’alnii minal muflihiin/
“Ya Allah, hilangkanlah dariku sifat pelit (lagi tamak), dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung”

Do’a ini diambil dari firman Allah Ta’ala dalam surat Ath Taghabun ayat 16,

وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”

Kosakata

“الشح” berarti bakhl (pelit) lagi hirsh (tamak/ rakus). Sifat inilah yang sudah jadi tabiat manusia sebagaimana Allah berfirman,

وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ

“Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir” (QS. An Nisa’: 128).

“الفلاح” artinya beruntung dan menggapai harapan. Yang dimaksudkan al falah (beruntung/menang) ada dua macam yaitu al falah di dunia dan di akhirat. Di dunia yaitu dengan memperoleh kebahagiaan dengan hidup yang menyenangkan. Sedangkan kebahagiaan di akhirat yang paling tinggi adalah mendapat surga Allah.

Kandungan Do’a

Do’a ini berisi hal meminta berlindung dari sifat-sifat jelek yang biasa menimpa manusia yaitu penyakit “syuh” yakni pelit dan tamak pada dunia. Orang yang memiliki sifat jelek ini akan terlalu bergantung pada harta sehingga enggan untuk berinfak atau mengeluarkan hartanya di jalan yang wajib atau pun di jalan yang disunnahkan. Bahkan sifat “syuh” ini dapat mengantarkan pada pertumpahan darah, menghalalkan yang haram, berbuat zhalim, dan berbuat fujur (tindak maksiat). Sifat ini “syuh” ini benar-benar akan mengantarkan pada kejelekan, bahkan kehancuran di dunia dan akhirat. Oleh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan adanya penyakit “syuh” ini dan beliau menjelaskan bahwa penyakit itulah sebab kehancuran. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ: أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا

“Waspadalah dengan sifat ‘syuh’ (tamak lagi pelit) karena sifat ‘syuh’ yang membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat itu memerintahkan mereka untuk bersifat bakhil (pelit), maka mereka pun bersifat bakhil. Sifat itu memerintahkan mereka untuk memutuskan hubungan kekerabatan, maka mereka pun memutuskan hubungan kekerabatan. Dan Sifat itu memerintahkan mereka berbuat dosa, maka mereka pun berbuat dosa” (HR. Ahmad 2/195. Dikatakan Shahih oleh Syaikh Al Arnauth)

Sufyan Ats Tsauri pernah mengatakan, “Aku pernah melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah. Kemudian aku melihat seseorang berdo’a ‘Allahumma qinii syuhha nafsii’, dia tidak menambah lebih dari itu. Kemudian aku katakan padanya, ‘Jika saja diriku terselamatkan dari sifat ‘syuh’, tentu aku tidak akan mencuri harta orang, aku tidak akan berzina dan aku tidak akan melakukan maksiat lainnya’. Laki-laki yang berdo’a tadi ternyata adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf, seorang sahabat yang mulia. (Dibawakan oleh Ibnu Katsir pada tafsir Surat Al Hasyr ayat 10).

Lalu bagian do’a yang terakhir,

وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُفْلِحِينَ

/Waj’alnii minal muflihiin/
“Ya Allah, dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung“.

Maksud do’a ini adalah jadikanlah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Jika ia telah mendapatkan hal ini, itu berarti ia telah mendapatkan seluruh permintaan dan selamat dari segala derita.

Doa Saat Marah Dan Emosi Melanda



Doa Saat Marah Dan Emosi Melanda

Marah merupakan tabiat manusia. Karena itu, islam tidak melarang manusia untuk marah. Bahkan dalam islam, ada marah yang nilainya ibadah. Itulah marah karena Allah. Marah karena membela syariat Allah. Seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Memuji Orang Yang Bisa Menahan Marah
Di surat Ali Imran, Allah menyebutkan beberapa kriteria orang yang bertaqwa. Diantara yang Allah sebutkan adalah

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

“…dan orang-orang yang menahan amarah dan suka memaafkan orang lain.” (QS. Ali Imran: 134)

Kita memahami bahwa sifat baik yang ada pada diri orang yang bertaqwa sangatlah banyak. Namun sifat baik yang Allah puji dalam ayat ini salah satunya adalah menahan amarah. Ini menunjukkan bahwa sifat ini memilliki nilai istimewa di sisi Allah.

Karena menahan amarah membutuhkan usaha yang sangat kuat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang mampu menahan amarah sebagai orang kuat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ليسَ الشديدُ بالصّرعَةِ، إنما الشديدُ الذي يملكُ نفسهُ عند الغضب

“Orang hebat bukanlah orang yang selalu menang dalam pertarungan. Orang hebat adalah orang yang bisa mengendalikan diri ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjanjikan, mereka yang berusaha menahan amarahnya, padahal mampu meluapkan marahnya, akan Allah banggakan di depan seluruh makhluk dan Allah suruh memilih bidadari paling indah yang dia inginkan.

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ اللَّهُ سبحانهُ وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ مِنَ الحورِ العين ما شاءَ

“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani).

Doa Ketika Marah
Dari sahabat Sulaiman bin Surd radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ

Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)

Doa yang sangat ringkas:

أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ

A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim

Saya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Bacaan ini sangat ringkas, dan hampir semua orang telah menghafalnya. Yang menjadi masalah, umumnya orang yang sedang marah sulit untuk mengendalikan dirinya , sehingga biasanya lupa dengan apa yang sudah dia pelajari. Karena itu, kami hanya bisa berpesan, tahan lisan kita ketika marah dan ingat bacaan di atas. Semoga kita dimudahkan oleh Allah  untuk segera sadar ketika marah. Aamiin