Tag: Riba

Beli Mobil Dengan Riba Dengan Alasan Untuk Kerja

Kalo mobil second bisa kita beli dengan cash, kenapa harus memaksakan beli baru dengan cicilan RIBA..
.
Beli mobil dengan cicilan boleh.. asal yang sesuai syariat..
Hutang juga boleh.. Tapi jangan dipaksakan.. Dan jangan berhutang dengan bunga, RIBA.
.
Karena konsekwensi atas hutang itu berat. Jadi kalo gak butuh-butuh amat, mending ditahan sebentar, sabar..
.
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
.
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim)
.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata:

وأوصيكم أن لا تُداينوا ولو لبستم العباء فإن الدّين ذُلُّ بالنهار وهم بالليل، فدعوه تسلم لكم أقداركم وأعراضكم وتبق لكم الحرمة في الناس ما بقيتم
.
“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tenga-tengah manusia selama kalian hidup.” Lihat kitab Umar bin Abdul Aziz Ma’alim Al Ishlah wa At Tajdid, 2/71, karya DR. Ali Muhammad Ash Shallabi (Asy Syamela).
.
Semoga kita bisa bersabar dan diberikan kemampuan untuk menghindari hutang..

Solusi Budak Dunia Riba

Yang masih nyari solusi dan minta solusi terus sama XBANK, boleh merapat kesini…
.
(Sering repost ini gpp ya? Biar yang belum tahu jadi tahu.. yang lupa, jadi inget lagi)
~
.
Jangan menjadi Generasi Instan,..
Yang apa-apa, maunya pengen cepet..
Padahal, semua masalah ada solusinya..
Tapi butuh kesabaran untuk menjalani prosesnya..
.
Pengen usaha, gak punya modal? (Usaha gak harus punya modal..)
.
Pengen ngembangin usaha, butuh modal besar? (Bisa dengan syirkah..)
.
Mana ada yang mau syirkah, kasih modal? (Banyak.. Kalo akhlak dan attitude kita bagus..)
.
Ga punya keahlian buat bisnis? (Ga usah dipaksain bisnis, kalo belum siap – Bisa jadi karyawan bisnisnya oranglain..)
.
Pengen punya rumah? (Beli cash..)
.
Ga punya uang cash? (Beli cicil tapi yang syari..)
.
Ga ada uang buat bayar cicilan? (Ngontrak dulu, ngekos dulu..)
.
Kalo gak hutang, mana bisa beli rumah? (Islam gak mewajibkan punya rumah..)
.
Tapi kan butuh rumah? (Butuh rumah, atau pengen rumah? Yang penting kan bisa buat tidur sama istirahat..)
.
Malu laah, masak ngontrak trus..
(Tuuh, kan.. ternyata mau nya instan, karena gengsi… pengen ini itu, akhirnya dipaksakan untuk punya…)
.
(Tinggal minta sama Allah.. Udah belum?)
.
Udah minta, tapi gak dikasih2.. (Kapan mintanya? Udah minta ke Allah di sepertiga malam?)
.
Udah sholat tahajud, dhuha, puasa sunnah.. (Berarti tinggal serahkan ke Allah. Luruskan niat, ibadah yang kita lakukan apakah memang lillahi ta’alaa.. Atau jangan-jangan hanya karena kita pengen dapetin dunia aja..?)
.
Perbaiki ibadah, perbaiki akhlak, perbanyak silaturahim, perbanyak datang ke majelis ilmu, kumpul dengan pengusaha, sering bergaul dengan orang-orang sholeh..
.
“ISLAM ITU SEBENARNYA SOLUTIF. TAPI TERKADANG SOLUSI ITU GA SESUAI DENGAN HAWA NAFSU KITA”

Pelan Tapi Pasti, Harta Dari Riba Akan Habis

Allah akan Menghancurkan Harta Riba

Allah Ta’ala berfirman,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ .
.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah [2]: 276)

Ini adalah hukuman di dunia bagi pelaku riba, yaitu Allah akan memusnahkan atau menghancurkan hartanya. “Menghancurkan” ini ada dua jenis:

Pertama,
menghancurkan yang bersifat konkret. Misalnya pelakunya ditimpa bencana atau musibah, seperti jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan (yang tidak sedikit). Atau ada keluarganya yang jatuh sakit serupa dan membutuhkan biaya pengobatan yang banyak. Atau hartanya terbakar, atau dicuri orang. Akhirnya, harta yang dia dapatkan habis dengan sangat cepatnya.

Kedua,
menghancurkan yang bersifat abstrak, yaitu menghilangkan (menghancurkan) berkahnya. Dia memiliki harta yang sangat berlimpah, akan tetapi dia seperti orang fakir miskin yang tidak bisa memanfaatkan hartanya. Dia simpan untuk ahli warisnya, namun dia sendiri tidak bisa memanfaatkan hartanya. (Lihat penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di Syarh Riyadhus Shalihin, 1/580 dan 1/1907). .

Ibadah Haji Dan Umrah Tidak Akan Diterima Jika Biayanya Hutang Dari Bank

Ulama berpendapat bahwa hukum naik haji dengan uang haram tertolak oleh Allah Ta’laa sehingga ibadah haji yang ia lakukan menjadi sia-sia. Dan hal ini telah diijelaskan dalam hadis qudsi yang berbunyi :
.
“Jika seseorang melakukan haji dengan harta yang tidak halal, lalu dia membaca talbiyah ‘labbaika wa la sa’daika’, maka Allah menjawab: Tidak ada ‘labbaika wa la sa’daika’, hajinya ditolak” (HR Ibnu Adi I/130 dan Dailami I/161, diperkuat dengan riwayat al-Bazzar)
.
“Apabila seseorang melakukan ibadah haji dengan harta yang halal dan telah menaiki kendaraannya, maka ada seruan dari langit ‘Labbaika wa Sa’daika. Bekalmu halal, kendaraanmu halal dan hajimu mabrur’. Dan jika ia berhaji dengan harta yang haram dan menaiki kendaraan, maka ada seruan malaikat dari langit: ‘Tidak ada talbiyah bagimu. Bekalmu haram, hartamu haram dan hajimu tidak mabrur’” (HR Thabrani dalam al-Ausath No 5228).
.
Dari kedua hadis di atas sudah sangat jelas bahwa Allah akan menolak ibadah haji seseorang yang memenuhi biaya-biaya berhaji menggunakan uang yang tidak halal. Demikianlah penjelasan mengenai hukum naik haji dengan uang haram.
.
Oleh karena itu jika kita berniat untuk berhaji hendaklah mencari rezeki dengan cara yang halal.

Taubat Dari Riba Ketika Sudah Terkena Musibah

Biasanya, orang yang terlibat Riba, belum mau bertobat jika belum mendapat musibah..
.
Kita kira, hidup kita baik-baik saja..
Kita kira, kendaraan, rumah, gaji, jabatan yang kita peroleh dari Riba, adalah rejeki yang berkah dari Allah..
Kita kira, Allah sayang sama, Allah memuliakan kita..
.
Padahal TIDAK!!
Allah sama sekali tidak akan merahmati para pelaku RIBA.
.
Pasti!! Yakin!!
Suatu saat Allah akan menjatuhkan kita, Mengambil semua yang kita banggakan selama ini..
Dan ketika itu terjadi, kita baru sadar..
Betapa kejamnya Riba!
Betapa Allah sangat Berkuasa untuk menghancurkan Riba!
.
Dan ketika itu.. Kita baru menyesal.. Baru bertobat..
.
Bersyukurlah, jika semua kenikmatan diambil Allah saat nafas masih ada..
Karena kenikmatan dunia, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kenikmatan di surga..
.
Namun,
Jika Allah memanggil kitadalam keadaan masih bermaksiat.. maka penyesalan sudah tidak ada gunanya.. sudah terlambat..
.
Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk  memperbaiki diri. Dan tunggu saja, akan ada adzab yang pedih di neraka…
.
Belum cukupkah pengalaman oranglain yang jatuh karena RIBA menjadi pelajaran untuk kita?
Atau, apakah kita harus merasakan sendiri, bagaimana dahsyatnya ancaman dosa Riba yang Allah janjikan dalam firmanNya!! Supaya kita percaya luar biasanya siksaan Allah kepada pelaku Riba..
.
Naudzubillaahimdzaalik

Gambaran Singkat KPR Melalui Perbankan

Gambaran singkat KPR melalui perbankan atau lembaga pembiayaan, biasanya melibatkan tiga pihak, yaitu anda sebagai nasabah, developer & bank atau PT finance. Ini berlaku baik dlm sistem konvensional maupun syariah.

Setelah melalui proses administrasi, biasanya anda diwajibkan membayar uang muka (DP) sebesar 20%. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80%. Tahapan selanjutnya sudah dapat ditebak, yaitu anda menjadi nasabah bank terkait.

Secara sekilas akad di atas tidak perlu dipersoalkan. Terlebih berbagai lembaga keuangan syariah mengklaim bhw mereka berserikat (mengadakan musyarakah) dengan anda dalam pembelian rumah tersebut.
.
Anda membeli 20% dari rumah itu, sedangkan lembaga keuangan membeli sisanya, yaitu 80%. Dengan demikian, perbankan menerapkan akad musyarakah (penyertaan modal).
.
Dan selanjutnya bila tempo kerjasama telah usai, lembaga keuangan akan menjual kembali bagiannya yg sebesar 80% kpd anda.

Namun bila anda cermati lebih jauh, niscaya anda menemukan berbagai kejanggalan secara hukum syari’at. Berikut kesimpulan terkait beberapa hal yg layak utk dipersoalkan secara hukum syari’at:

1. Dalam aturan syariat, barang yg dijual secara kredit, secara resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.

2. Nilai 80% yg diberikan bank, hakekatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi pembelian rumah. Dgn alasan:

a. Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank tidak dianggap membeli rumah tersebut.
b. Dengan adanya DP, sebenarnya nasabah sudah memiliki rumah tersebut.
c. Dalam prakteknya, bank sama sekali tidak menanggung beban kerugian dari rumah tersebut selama disewakan.

3. Konsep KPR syariah tsb bermasalah karena:

a. Uang yang digunakan untuk melunasi pembelian rumah statusnya utang (pinjaman) dari bank.
b. Nasabah berkewajiban membayar cicilan, melebihi pinjaman bank.
c. Jika bank syariah menganggap telah membeli rumah tersebut maka dalam sistem KPR yg mereka terapkan, pihak bank melanggar larangan, menjual barang yg belum mereka terima sepenuhnya.

Jangan Mudah Hutang Dengan Riba

Hidup itu dibuat simpel saja, ada uang beli (jika memang dibutuhkan), tidak ada uang, ya bersabar, jangan maksa kredit, apalagi harus kredit RIBA.
.
Hutang itu boleh. Tapi jangan bermudah-mudahan dalam berhutang.
.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata:

وأوصيكم أن لا تُداينوا ولو لبستم العباء فإن الدّين ذُلُّ بالنهار وهم بالليل، فدعوه تسلم لكم أقداركم وأعراضكم وتبق لكم الحرمة في الناس ما بقيتم
.
“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tenga-tengah manusia selama kalian hidup.” Lihat kitab Umar bin Abdul Aziz Ma’alim Al Ishlah wa At Tajdid, 2/71, karya DR. Ali Muhammad Ash Shallabi (Asy Syamela).
.
Bahkan, untuk menghindari hutang, Rasulullah berdoa dalam shalatnya :
.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al Masih Ad Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan fitnah mati. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.” Kemudian ada seorang yang bertanya, “Alangkah seringnya engkau berlindung dari hutang.” Maka Beliau bersabda, “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka apabila berbicara berdusta, dan apabila berjanji mengingkari.” (HR. Bukhari)

Bahaya Memberi Nafkah Haram Dari Riba

Menafkahi anak dari hasil yang haram merupakan sebuah tindakan durhaka yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Nafkah yang haram ialah nafkah yang berupa barang haram dan makanan atau minuman yang dihasilkan dari cara-cara yang dilarang oleh agama.

Nafkah yang berupa barang haram seperti daging babi, daging anjing, bangkai, darah, dan binatang yang tidak disembelih dengan cara yang telah diatur oleh agama. Sedangkan cara-cara yang dilarang oleh agama dalam mencari nafkah ialah seperti riba, mencuri, korupsi, menipu, dan jual beli yang tidak sesuai dengan syariat agama.

Seperti dalam sebuah sabda Rasulullah SAW yang artinya :
.
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka nerakalah yang patut baginya.” (HR. Tirmidzi).
.
Makna yang terkandung dari hadist di atas ialah orang-orang yang memakan makanan atau minuman yang haram atau memakan sesuatu yang didapat dari cara-cara yang haram, maka kelak di akhirat nanti, tempat yang pantas untuknya adalah neraka.
.
Sedangkan di dunia, orang yang selalu memakan makanan atau minuman yang haram atau barang yang didapat dari cara-cara yang haram, maka jiwa orang tersebut akan apriori terhadap agama. Dampak berikutnya ialah, orang yang selalu makan barang haram akan rusak akhlak, aqidah, dan moralnya serta jauh dari rahmat Allah SWT.

Oleh karena itu, jangan sekali-kali mencoba menafkahi anak Anda dengan barang haram atau barang yang didapat dari cara-cara yang haram. Karena membina dan menumbuhkan jiwa keagamaan pada anak-anak atau manusi pada umumnya sangat berkaitan erat dengan makanan dan minuman yang masuk ke rongga perutnya. Agama telah menetapkan larangan untuk mendapatkan nafkah dengan cara-cara yang dilarang oleh-Nya. Karena makanan atau minuman yang diperoleh dari cara-cara yang haram akan merusak akhlak dan jiwa seseorang serta menjauhkan orang tersebut dari berkah Allah SWT.

Riba Dalam Koperasi Dan Bank

Dalam koperasi simpan pinjam, kita mengenal istilah SHU (Sisa Hasil Usaha). Apakah SHU dari koperasi seperti itu halal dimanfaatkan?

Apa itu SHU?
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Adapun perlakuan terhadap SHU adalah sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai dengan keputusan rapat anggota.

SHU dari Simpan Pinjam
Yang kita kritisi adalah sisa hasil usaha dari simpan pinjam.

Jika anggota atau pihak lain yang mengajukan pinjaman pada koperasi, lalu dikenai tambahan dari utang tersebut, ini hakekatnya adalah riba. Karena kaedah yang perlu kita ingat, setiap utang piutang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba. Dan riba dihukumi haram.

Dalam hadits disebutkan,

كل قرض جر منفعة فهو حرام

“Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan, maka itu dihukumi haram.” Hadits ini adalah hadits dho’if sebagaimana Syaikh Al Albani menyebut dalam Dho’iful Jami’ no. 4244. Namun berdasarkan kata sepakat para ulama -sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Mundzir-, perkataan di atas benar adanya.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)

Kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut ini,

“Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka tambahan tersebut adalah riba.”

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik keuntungan karena utang piutang adalah bersifat sosial dan ingin cari pahala. Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al Mughni, 6: 436.

Jadi walaupun dinamakan sisa hasil usaha, namun kalau hakikatnya adalah riba, maka hukumnya jelas haram.

Perhatikan Hakekat
Seorang muslim harus cerdas melihat hakikat suatu transaksi, yaitu apa yang sebenarnya terjadi, bukan hanya melihat istilah atau nama. Karena istilah dan embel-embel syar’i kadang menipu. Dikatakan bagi hasil atau sisa hasil usaha, namun kalau ditilik, yang nyata itu adalah riba. Karena di dalamnya yang terjadi adalah utang-piutang (bukan jual beli) dan ditarik keuntungan. Itulah riba.

Adapun jika pendapatan koperasi bercampur antara hasil usaha riil dengan simpan pinjam, maka pendapat seperti itu harus dipisahkan. Yang haram tersebut mesti dibersihkan dengan disalurkan pada kemaslahatan kaum muslimin, bukan dimanfaatkan oleh anggota secara pribadi. Tentu saja SHU seperti itu mesti dihapus dan hendaklah semakin bertakwa pada Allah dengan meninggalkan yang haram.

Ancaman Bagi Para Rentenir
Jika koperasi menarik keuntungan dari simpan pinjam, maka hakekatnya koperasi hanyalah sebagai rentenir, namun berkedok usaha resmi. Rentenir ini terkena ancaman laknat dalam hadits,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits di atas bisa disimpulkan mengenai haramnya saling menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23).

Hanya Allah yang memberi taufik.

Dalam bahasa Arab bunga bank itu disebut dengan fawaid. Fawaid merupakan bentuk plural dari kata ‘faedah’ artinya suatu manfaat. Seolah-olah bunga ini diistilahkan dengan nama yang indah sehingga membuat kita tertipu jika melihat dari sekedar nama. Bunga ini adalah bonus yang diberikan oleh pihak perbankan pada simpanan dari nasabah, yang aslinya diambil dari keuntungan dari utang-piutang yang dilakukan oleh pihak bank.

Apapun namanya, bunga ataukah fawaid, tetap perlu dilihat hakekatnya. Keuntungan apa saja yang diambil dari utang piutang, senyatanya itu adalah riba walau dirubah namanya dengan nama yang indah. Inilah riba yang haram berdasarkan Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan) ulama. Para ulama telah menukil adanya ijma’ akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari utang piutang. Apa yang dilakukan pihak bank walaupun mereka namakan itu pinjaman, namun senyatanya itu bukan pinjaman. Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata,

“Secara hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong dan berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah meminjamkan uang dan akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu sendiri adalah keuntungan dari transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang namanya bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.”

Tulisan singkat di atas diolah dari penjelasan Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan –salah seorang ulama senior di kota Riyadh- dalam kitab fikih praktis beliau “Taysir Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H.

Dari penjelasan di atas, jangan tertipu pula dengan akal-akalan yang dilakukan oleh perbankan Syari’ah di negeri kita. Kita mesti tinjau dengan benar hakekat bagi hasil yang dilakukan oleh pihak bank syari’ah, jangan hanya dilihat dari sekedar nama. Benarkah itu bagi hasil ataukah memang untung dari utang piutang (alias riba)? Bagaimana mungkin pihak bank syariah bisa “bagi hasil” sedangkan secara hukum perbankan di negeri kita, setiap bank tidak diperkenankan melakukan usaha? Lalu bagaimana bisa dikatakan ada bagi hasil yang halal? Bagi hasil yang halal mustahil didapat dari utang piutang.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Riba Seperti Menzinai Ibu Sendiri

Sobat! kejahatan antara sesama manusia memang beraneka ragam, terlebih di zaman seperti saat ini. Nilai nilai agama telah luntur dan hawa nafsu terus diumbar seluas luasnya.

Begitu merajalelanya kejahatan dan kemaksiatan sampai sampai dianggap biasa alias wajar oleh masyarakat. Terutama bila mengetahui bahwa pelaku kejahatan adalah seorang yang dikenal sebagai penjahat, apalagi penjahat berdarah dingin.

Namun demikian sangat menyakitkan bila ternyata pelaku kejahatan tersebut adalah orang yang selama ini anda kenal sebagai orang baik, rajin ibadah, penampilannya santun dan bahkan agamis.

Saudaraku! Tahukah anda bahwa diantara kejahatan yang barang kali tidak anda sadari dan banyak dari orang orang yang nampaknya baik, bahkan agamis ialah kejahatan memakan riba?

Tahukah anda, seberapa berat kejahatan pemakan riba? temukan jawabannya pada sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut:

الرِّبا ثلاثةٌ وسبعون بابًا ، أيسرُها مثلُ أن ينكِحَ الرَّجلُ أمَّه

“Riba itu ada tujuh puluh tiga model (pintu) dan dosa model riba yang paling ringan bagaikan dosa orang yang memperkosa ibu kandungnya sendiri” (HR. Al Hakim, Ibnu Majah, dll, dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 3539)

Sobat! Setelah mengetahui beratnya dosa riba, Masihkah anda dapat merasa tenang menikmati atau memungut riba walaupun dengan sebutan “bunga” ?

Masihkah anda merasa aman dengan menyimpan riba di rumah atau di brangkas atau di rekening anda?